Sebagaimana kepribadian, ada dua faktor penting yang
berpengaruh terhadap karakter, yakni faktor endogenus (faktor hereditas) dan
faktor eksogenus (pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan). Namun, para ahli
memandang bahwa faktor pendidikan dalam pengertian umum, baik pendidikan dalam
keluarga, masyarakat maupun sekolah, memberi sumbangan/ kontribusi yang cukup
signifikan terhadap pembentukan karakter.
Hal ini berarti niliai-nilai luhur yang diperkenalkan dan
dicontohkan melalui kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat serta melalui
pendidikan di sekolah dapat mewarnai karakter seseorang, yang pada gilirannya
dapat juga mewarnai karakter masyarakat atau bahkan karakter bangsa. Sedangkan
nilai-nilai luhur bangsa ini dapat bersumber dari jaran-ajaran agama serta
kearifan lokal dan nasional.
Nilai-nilai luhur seperti gotong-royong, tolong-menolong,
bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuat, malu bila melakukan perbuatan
asusila dan kesalahan, tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya,
menghargai orang tua dan guru serta orang yang lebih tua, sopan dalam bertutur
kata, santun dalam bertindak, dan semacamnya perlu digali kembali.
Dalam dunia pendidikan, misalnya, ada fenomena
ketidakjujuran dalam mengerjakan ujian nasional. Di kalangan anak-anak muda,
banyak di antara mereka yang kurang menghargai orang tua ataupun guru. Ada pula
berita-berita tentang keterlibatan pemuda dan pelajar pada perbuatan-perbuatan
melanggar hukum serta lunturnya rasa malu melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai sosial dan agama.
Kekerasan dan tawuran antarpelajar, bahkan antarmahasiswa
ataupun antarkelompok masyarakat, juga tak jarang kita jumpai beritanya. Begitu
juga berita-berita tentang berbagai kasus korupsi yang menyeret pejabat,
anggota parlemen maupun politisi, serta berbagai fenomena lain yang cukup
memprihatinkan sangat sering kita jumpai beritanya di berbagai media massa.
Berbagai fenomena ini dapat menjadi indikator bahwa perilaku sebagian anggota
masyarakat cenderung menjauh dari nilai-nilai luhur bangsa.
Biasanya individu yang menunjukkan gejala perilaku seperti penyimpangan
perilaku (deviated behavior). adalah mereka yang menghadapi masalah penyesuaian
diri terhadap situasi ketegangan mental atau emosional (stress) yang
dialaminya. Ketegangan itu bisa dipicu oleh berbagai frustasi atau konflik.
Jadi, ada kemungkinan fenomena seperti itu sebagai mekanisme pertahanan diri
karena yang besangkutan berada pada situasi ketegangan yang dipicu oleh
frustasi atau konflik, namun dia tidak bisa menyesuaikan diri dengan situasi
itu. Pada dasarnya kondisi perilaku seperti itu dapat dipandang sebagai gejala
rapuhnya kesehatan mental yang secara konseptual dapat perbaiki (dilakukan
tindakan kuratif) dan dapat pula dicegah (dilakukan tindakan preventif).
Upaya melakukan tindakan kuratif maupun preventif dapat
dialukan melalui pendidikan, baik informal, nonformal maupun formal. Pendidikan
informal berlangsung melalui keluarga, pendidikan nonformal melalui masyarakat.
Dan pendidikan formal melalui sekolah-madrasah.






0 komentar:
Posting Komentar