Selasa, 10 Juni 2014

PENDIDIKAN PESANTREN SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER

PENDIDIKAN PESANTREN SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER
Mohammad Aliqodin 13110110

 Pondok pesantren adalah salah satu lembaga yang mampu membari pengaruh cukup besar dalam dunia pendidikan, baik jasmani, rohani maupun intelegensi, karena sumber nilai dan norma-norma agama merupakan kerangka acuan dan berfikirserta ideal para santri. Sehingga pondok pesantren sering disebutsebagai alat transformasi kultural. Fungsi pokok pondok pesantren adalah mencetak ulama dan ahli agama. Pesantren ternyata memiliki peranan yang cukup berarti, baik peran keagamaan maupun peran lain. Peran kedua dapat dicermati dari peran kultural maupun peran sosial ekonomis. Peran kultural pesantren yang utama adalah penciptaan pandangan hidup yang bersifat khas santri, yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai (value system) yang lengkap dan bulat. Tata nilai selain berfungsi sebagai pencipta keterikatan satu sama lain (homogenitas) di kalangan warga pesantren sendiri juga berfungsi sebagai alat penyaring dan penyerap nilai-nilai baru yang datang dari luar.


Di masa lampau, pandangan hidup yang dibentuk oleh tata nilai yang dikembangkan pesantren dapat dilihat manifestasinya dalam kesediaan untuk menerima hidup yang bersahaja, kesediaan untuk memberikan pengorbanan besar bagi tercapainya cita-cita, dan kebanggaan pada cara hidup sebagai santri. Pondok pesantren salafiah umumnya berada dan melaksanakan pendidikan berbasis agama di lingkungan masyarakat “kalangan bawah” (grassrooth). Dengan dilibatkannya Pondok Pesantren Salafiah untuk menyelenggarakan program Wajar Dikdas (Kemendiknas, 2010), artinya Pondok Pesantren turut mempercepat pemerataan dan akses wajar dikdas sekaligus membuka kesempatan bagi siswa (santri) yang tidak berkesempatan mengikuti pendidikan pada jalur pendidikan formal dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Penyelenggaraan pendidikan wajar dikdas pada Pondok Pesantren Salafiah dengan persyaratan penambahan mata pelajaran bahasa Indonesia, IPA, matematika, dan bahasa Inggris dalam kurikulumnya. Pondok pesantren, khususnya Salafiah sebagai lembaga pendidikan nonformal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, umumnya berada di daerah pedesaan. Masyarakat pedesaan sudah akrab dengan memasukkan pendidikan anak-anaknya di pesantren karena jangkauannya begitu dekat berada di lingkungan masyarakat.

 Sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang perluasan dan peningkatan pemerataan wajib belajar pendidikan dasar, pemberdayaan pondok pesantren sangat memungkinkan untuk aksesibilitas yang lebih tinggi dalam implementasi program percepatan wajib belajar pendidikan dasar. Istilah pondok berasal dari bahasa arab funduuq, sementara istilah pesantren berasal darikata pe-santri-an. Sistem pembelajaran dan tata kehidupan di pondok pesantren menekankan kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Para santri dipisahkan dari orang tua, keluarga mereka agar dapat menumbuhkan meningkatkan jiwa kemandirian. Pondok pesantren mengandung unsur pokok kiai, masjid, santri, tempat tinggal dan kitab. Diantara lembaga pendidikan yang berkembang, pondok-pondok pesantren memiliki karakteristik yang kuat dalam rangka pembentukan karakter peserta didik(santri) yang mandiri. Hal ini terbukti secara empiris di beberapa pondok pesantren terutama pada pondok pesantren yang berkategori tradisional. Pesantren sekarang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pesantren salaf dan pesantren modern. Sistem pesantren salaf adalah sistem pesantren yang masih mempertahankan pengajaran kitab-kitab islam klasik sebagai inti dalam pembelajaran. Pondok pesantren modern adalah sistem pesantren yan mengintegrasika antara pesantren salaf dengan pendidikan formal. Diantara cita-cita pendidikan pondok pesantren adalah menghasilkan anak-anak(santri) yang mandiri dan membina diri agar tidak menggantungkan hidupnya kepada orang tua. Sebagai salah satu lembaga pendidikan, pondok pesantren telah berhasil mencetak santri-santri yang mandiri, minimal tidak selalu menggantungkan hiduonya pada orang lain. Hal ini disebabkan selama di pesantren jauh dari orang tua. Para santri dituntut untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Kemadirian dalam nelajar maupun bekerja didaarkan pada disiplin terhadap diri sendiri, santri dituntut untuk lebih aktiv, kreatif, dan inovatif. Ragam keilmuan yang diajarkan dalam pendidikan pondok pesantren adalah Nahwu dan Sharaf, Fiqh dan Ushul Fiqh, Hadis, Tafsir, Tauhid, Tasawuf dan Etika, dan cabang lain seperti Balaghah dan Tarikh. Semua jenis keilmuan tersebut diajarkan berdasarkan tingkatannya dengan pertibangan skala prioritas dan kematangan serta kemapanan para santri. Pembentukan Karakter Dulu pusat pendidikan islam berada di mushola masjid atau rumah sang guru, dimana murid-murid duduk dilantai, menghadap guru, dan mengaji. Waktu belajar biasanya dilakukan pada waktu malam hari agar tidak mengganggu aktivitas siang seperti bekerja. Pendidikan pondok pesantren memiliki dua sistem pembelajaran, yaitu sorogan/sistem individu dan sistem bandongan/wetonan yang sering disebut kolektif. Metode utama ialah sistem bandongan/wetonan. Dalam sistem ini, sekelompok santri mendengarkan seorsng guru yang membaca, menerjemah, menerangkan buku-buku islam yang berbahasa Arab Untuk santri kalong (santri yang tidak mukim), kegiatan belajarnya telah dijadwalkan secara rutin sehingga mereka mengetahui kapan, di mana, dan harus belajar apa. Kegiatan pembelajaran untuk santri kalong memang hanya sedikit, yaitu membaca Al-qur’an dengan tajwij-nya, tadarus bagi mereka yang sudah lancar, yasinan bakda sholat Maghrib, dan kegiatan lain yang bersifat rutin. Sama seperti santri mondok, santri kalong tidak harus disuruh-suruh lagi dalam kegiatan pembelajaran. Sesusah sholat Ashar, mereka akan langsung tadarus dan belajar Al-qur’an sampai menjelang maghrib, sholat Maghrib diteruskan dzikir dan bila Kiai memimpin yasinan, mereka akan mengikutinya, kemudian dilanjutkan belajar Al-qur’an dan tadarusan sampai datangnya Sholat Isha. Di Pondok Pesantren Salafiah masih terlaksana dengan kuat ajaran riyadah atau latihan spiritual. Walaupun tidak diajarkan secara rutin oleh kiai, ajaran ini masih tetap ada. Biasanya ajaran tersebut diselipkan pada pembelajaran kitab kuning sesuai dengan pokok bahasannya. Kiai lebih banyak memberikan pembelajaran riyadah berupa nasihat dan contoh nyata dalam keseharian. Namun, apabila dirasakan perlu, kiai akan memberikan wejangan dan nasihat pada hari, waktu, dan tempat tertentu. Pembelajaran nilai-nilai pada dasarnya langsung dituangkan ke dalam kehidupan nyata dalam kegiatan keseharian, baik oleh kiai, ustadz/ustadzah, maupun Santri. Keluruhan nilai dilaksanakan dengan pembiasaan yang diharapkan menjadibagian dari kehidupan. Pendidikan karakter sebenarnya tidak diajarkan secara implisit, namun diberikan secara tidak langsung dan kadang-kadang diberikan secara langsung. Sebagian besar pendidikan karakter diberikan dengan cara memberikan contoh atau teladan. Keseharian kiai merupakan pembelajaran dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal taqorub kepada Alloh. Dari sisi ibadah, pembelajaran karakter akan terbentuk secara alami dan hal tersebut akan melekat kuat pada diri seorang santri. Penampilan kiai yang kalem dan bersahaja merupakan teladan yang akan menjadi panutan setiap santri. Berikut dipaparkan proses karakterisasi nilai-nilai yang dilakukan oleh kiai dalam kehidupan pondok pesantren. Kemandirian diajarkan terutama kepada santri yang mondok, baik putra maupun putri. Mereka sudah diberikan aturan dan tanggung jawab, baik dalam hal belajar maupun dalam kehidupan keseharian. Santri wajib membersihkan tempat tinggal masing-masing, membereskan buku atau Alquran setiap setelah selesai dibaca, membersihkan masjid dan tempat wudu, tempat belajar, dan sebagainya. Kedisiplinan terkait dengan kemandirian dan tanggung jawab sehingga ketiganya saling terkait dan tidak terpisahkan. Kiai selalu memberikan contoh dalam menjalankan taqorub kepada Alloh, misalnya dengan tadarus, puasa sunah, dzikir, yasinan, sholawatan, dan sebagainya. Kebiasan taqorub kepada Alloh yang ditularkan kepada santri diikuti terus walaupun kiai tidak ada di tempat. Mereka akan melakukan kegiatan tersebut manjadi rutinitas keseharian tanpa ada beban atau dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Kiai mengajarkan kesederhanaan melalui tindakan nyata dalam kehidupan belaiu sendiri. Kesederhanaan mulai dari cara berpakaian, makan, tidur, sikap, dan pergaulan,baik dengan orang Jawa maupun dengan Lampung, tutur bahasa yang merendah, dan kesopanan merupakan pembelajaran tersendiri bagi santri sehingga mereka menjadi sangat hormat dan mengikuti gaya hidup kiai. Kebersihan jelas diajarkan walaupun dalam kesederhanaan, baik dalam faslitas maupun dalam pola hidup kiai. Kebersamaan dan gotong-royong merupakan ruh dari pendidikan pesantren. Dalam belajar, santri yang sudah bisa membantu santri yang belum bisa. Demikian juga halnya dengan santri yang kekurangan secara ekonomi. Gotong-royong masih sangat berlaku di lingkungan pesantren dan masyarakat sekitar pesantren. Sesungguhnya, kedermawanan tidak diajarkan secara langsung, namun diberikan teladan dan kebiasaan kepada santri dalam keseharian di pesantren. Mengenai kedermawanan seorang santri tidak diragukan, apabila mereka tidak bisa memberikan materi, tenaga mereka akan berikan. Proses pembelajaran kejujuran (sidiq) dan tanggung jawab serta kepatuhan atau dalam ajaran Rosululloh yang disebut amanah merupakan ruh dalam pembelajaran di pondok pesantren. Kiai sangat memperhatikan dalam hal tersebut sehingga terkadang Beliau memberikan wejangan secara langsung yang diselipkan dalam materi pembelajaran dan dalam berbagai kegiatandi pesantren. Pembelajaran karaker lainnya adalah kemandirian yang di dalamnya bukan saja tidak bergantung pada orang lain, namun dapat hidup di tengah masyarakat dengan memberikan manfaat. Para santri yang mondok secara tidak langsung telah didik dalam kemandirian, kesederhanaan, kebersihan, kedermawanan, toleransi, cara berbusana dan gotong-royong. Dengan usia santri yang relatif muda, meraka harus belajar mengatur waktu, mengatur uang, belajar menempatkan diri, belajar bersosialisasi dengan lingkungan pesantren dan luar pesantren. Dengan posisi yang penuh kesederhanaan, toleransi dan gotong-royong akan muncul dengan sendirinya. Termasuk dalam hal berbusana, bertutur kata, dan pergaulan dengan sesama santri, baik pria atau perempuan terjaga dengan baik. Pembelajaran karakter dalam hal kedermawanan dan toleransi telah berjalan dengan baik. Kedermawanan tidak hanya menyangkut materi, namun juga terkait dengan proses pembelajaran. Dalam hal materi, setiap santri yang mempunyai rizki selalu berbagi dengan yang lain dalam satu pondok. Kedisiplinan dalam proses pembelajaran terjadi dengan sendirnya karena situasi yang sedemkian rupa sehingga mereka harus disiplin. Kiai telah menentukan waktu untuk menghadap dalam belajarkitab kuning melalui proses sorogan, bandungan, taqror dan huduran. Dengan sendirinya santri akan mengikuti dan sangat jarang santri yang tidak hadir. Jika tidak hadir, mereka akan tertinggal pelajaran dan hal tersebut tidak ada waktu lainuntuk menghadap kiai. Selain itu, karena kharisma kiai, mereka menjadi sungkan dan takut apabila melanggar waktu yang telah ditetapkan.

0 komentar:

Posting Komentar

semangat...semangat..!!!

mouse

kupu

hoe...hoe...hoeee...

daun

daun

d

eXl1lXc('http://www.googwidgipedia.com/widgets/orido/redspidey-5671-8192_134217728.widget','top','opx','left','opx','123455','250','400','transparent',ffffff');